ANALISIS DIRI
A. Pengertian Analisis Diri
Analisis menurut KBBI adalah menyelidiki suatu hal atau peristiwa,
sedangkan diri adalah komposisi pikiran dan perasaan yang menjadi kesadaran
seseorang mengenai eksistensi individualitasnya, pengamatannya tentang apa yang
merupakan miliknya tentang siapa dia, perasaan tentang sifat-sifatnya,
kualitasnya, dan segalanya tentang dirinya. Diri seseorang adalah jumlah total
dari apa yang disebut kepunyaannya. Jadi, analisis diri adalah sebuah
metodologiuntuk memilah dan mengetahui potensi dari diri seseorang, yang di
dalamnya meliputi kelebihan dan kekurangan sehingga potensi-potensi diri dapat
direalisasikan atau diaktualisasikan. Ketika seseorang telah mampu mengenali
dirinya sendiri dengan baik, maka ia akan mampu menempatkan dirinya dalam
situasi yang merupakan porsinya.[1]
Analisis diri secara umum ingin mengungkapkan latar belakang idiologi,
sosial budaya, keagamaan dan keadaan psikologi manusia. Sedangkan secara khusus
analisis diri ingin mengungkap motivasi manusia untuk menjadi bagian dari PMII.
Pada hakikatnya Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhlik yang paling
sempurna dibandingkan yang lain. Manusia memiliki cipta, karsa, serta karya
untuk berfikir secara mandiri untuk merubah kontruksi pola pikir, sikap dan
tindakan.[2]
B. Hakikat Diri
Untuk menganalisis diri, kita harus tahu siapakah sebenarnya diri kita.
Ini adalah proses mendasar dan pertanyaan paling awal untuk mulai menemukan
potensi diri. memulai dari mencari potensi-potensi yang ada dalam diri kita
sendiri. Ketika seseorang telah menemukan jati dirinya maka dia akan semakin mengembangkan
potensi-potensi yang ada pada dirinya. Hal ini di buktikan dengan adanya usaha
mengasah kemampuannya. Al-Ghazali berpendapat bahwa manusia tersusun dari unsur
material dan immaterial yang berfungsi sebagai abdi dan khalifah di bumi.
Manusia pada hakikatnya adalah jiwanya. Jiwa menjadi haqiqat yang hakiki dari
manusia karena sifatnya latif, rohani dan rabbni sesudah mati. Secara
berturut-turut dalam kitab ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali mendefinisikan
empat istilah manusia, diantaranya:
1. Al-Qalb sesuatu yang halus (latifah) bersifat keTuhanan dan keruhanian (AlRabbaniyah
wa Al-Ruhaniyah)
2. Al-Ruh sesuatu yang halus (latifah) yang merupakan hakikat ilmu
pengetahuan (al-‘Ilm) merasa (al-syu’ur)
3. Al-Nafs sesuatu yang halus (latifah) yang merupakan hakikat manusia (haqiqah
al insaniyyah)
Dari definisi manusia menurut Al-Ghazali diatas dapat disimpulkan
bahwa manusia memiliki sifat yang halus
baik dari sifat ketuhanan dan keruhanian, hakikat ilmu penegtahuan, dan hakikat
manusia.
Setiap manusia adalah makhluk yang bisa berfikir, bertindak dan
merefleksikan apa yang telah dilakukan. Namun tidak semua manusia memiliki
keyakinan dan motivasi diri untuk berkembang. Gerak dinamis manusia selalu
diawali dari dinamisasi individu yang dipengaruhi oleh lingkungan dan
komunitasnya. Namun juga banyak manusia yang acuh terhadap persoalan-persoalan
diluar dirinya.idealnya manusia memiliki kepekaan terhadap dirinya sendiri dan
kepekaan diluar dirinya. Berangkat dari kesadaran ini manusia berarti harus
mampu memimpin dirinya sendiri untuk bisa memimpin sesuatu yang bergerak
dinamis diluar dirinya. Pemahaman seperti ini akan memiliki dampak pemikiran,
bagaimana saya, siapa saya, dan apa yang saya lakukan, dan apa yang saya
lakukan sekarang dan yang akan datang.[4]
C. Pentingnya Analisis Diri dalam Pergerakan
Barang kali diantara kita ada yang bertanya tentang seberapa penting
Analisis Diri dalam PMII. Diantara alasannya adalah action, movement, harakah.
Ya, karena di PMII mengajak para sahabat-sahabatinya untuk beraksi, bergerak,
dan berbuat tidak hanya untuk mereka sendiri, tetapi juga untuk kemajuan
(Islam-Indinesiadan kemanusiaan) melalui beberapa cara. Bukankah ada ungkapan
“al-harakah barakah”. Lagi pula, aktualisasi diri mempunyai implikasi
al-barakah: proses pengembangan dan up-date kualitas diri. [5]
D. Langkah-langkah Analisa Diri
Dalam diri seseorang, terdapat tiga komponen, yaitu 1) Komponen
pengamatan, yaitu cara seseorang mengamati diri sendiri, tentang wajahnya,
ga,baran kesan-kesan yang dibuat terhadap orang lain, 2) Komponen pengertian,
meliputi, pengertian seseorang tentang kesanggupannya, miliknya, berbagai
sifatnya, dan batas kemampunnya, dan 3) Komponen sikap, meliputi perasaan orang
lain terhadap dirinya, asal usul, latar belakang sikapnya terhadap kedudukannya
saat ini.
Dari ketiga komponen tersebut, apabila pengenalan diri dapat dilakukan
oleh diri sendiri maupun orang lain. Sejalan dengan hal tersebut, terdapat
teori The Johari Window atau jendela johari untuk mendeteksi sikap, sifat,
potensi dan segala diri pada seseorang. Dalam The Johari Window, ada empat
kriteria diri yang bisa digali oleh diri sendiri dan orang lain, yaitu :
1) Open : sikap, sifat, potensi, dan segala tentang diri yang diri sendiri tahu
dan orang lain pun tahu.
2) Blind : sikap, sifat, potensi, dan segala tentang diri yang diri sendiri
tahu, namun orang tidak tahu bahwa kita mempunyai hal tersebut dalam diri kita.
3) Hidden : sikap, sifat, potensi, dan segala tentang diri yang orang lain tidak
tahu, namun diri sendiri mengetahui atau menyadarinya.
4) Unknown : sikap, sifat, potensi, dan segala tentang diri yang orang lain tidak
tahu dan diri sendiri pun tidak tahu.[6]
Setelah kita mengetahui cara menganalisa diri, kita akan mampu menggali
potensi dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan yang kita miliki.
Potensi adalah daya atau kekuatan. Daya atau kekuatan yang kita miliki, jika
dapat dimanage dengan baik akan membawa pada aktualisasi diri atau penegmbangan
diri.
E. Peranan Analisis Diri dalam PMII
Analisis Diri sebagai penjabaran dari diri manusia itu sendiri, kemudian
digunakan oleh kader PMII dalam menggunakan jiwa dan raganya untuk menganalisa
kebudayaan yang ada di organisasi PMII. Setelah mampu memetakan kebudayaan yang
ada dalam PMII, maka para kader akan mampu mendapatkan gambaran budaya dan
atmosfer yang sesuai untuk dirinya yang selanjutnya mampu mereka dalami di PMII
itu sendiri.
PMII memiliki nilai-nilai yang harus dijunjung setinggi-tingginya
menggunakan hati nurani kader PMII. Penganalisaan dalam PMII tentunya tidak
berhenti, ketika semua telah dipahami maka saatnya untuk mengekspresikan dan
bisa menerima segala fenomena-fenomena yang ada diluar darinya.[7]
Sebagai mahasiswa pergerakan, sifat loyal dan militan merupakan
identitas yang mendasar dalam diri setiap kader. Hal tersebut merupakan
pembentuk kepercayaan diri dalam pergerakan. Jika seseorang kehilangan
kepercayaan dirinya maka orang tersebut akan kesulitan atau timbul keraguan
dalam mengambil keputusan. Hal tersebut tentunya tidak boleh terjadi, karena
mneyangkut kebebasan berekspresi khususnya dalam pergerakan.[8]
Komentar
Posting Komentar