SEJARAH DAN KEORGANISASIAN PMII
A.
Sejarah PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan organisasi mahasiswa ekstra kampus yang
berideologi Ahlussunnah wal Jama’ah yang bergerak dalam bidang pengkaderan[1]. Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menjadi elemen
mahasiswa yang terus bercita-cita mewujudkan Indonesia ke depan menjadi lebih
baik lagi. PMII sendiri berdiri pada tanggal 17 April 1960 bertempat di Surabaya dengan latar belakang situasi
politik tahun 1960-an yang mengharuskan mahasiswa turut andil dalam mewarnai
kehidupan sosial politik di Indonesia. Pendirian PMII dimotori oleh kalangan
muda NU.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir
karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya
organisaasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat
kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi
mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah wal Jama’ah. Dibawah ini adalah
beberapa yang dapat dikategorikaan sebagai sebab didirikannya PMII:
1.
Carut marutnya situasi politik bangsa Indonesia
dalam kurun waktu 1950-1959.
2.
Tidak menentunya sistem
pemerintahan dalam perundang-undangan yang ada.
3.
Pisahnya NU dari Masyumi.[2]
4.
Adanya hasrat kuat para mahasiswa Nahdliyin untuk
membentuk suatu wadah (organisasi) mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah
wal Jama’ah (Aswaja).
Hal-hal diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan
yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan
organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi da pengembangan potensi
mahasiswa-mahasiswa yang berkultur NU.[3] Terbentuknya
PMII tidak dapat lepas atas keberadaan organisasi Ikatan Pelajar Nahdlaatul
Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPNU-IPPNU). Secara historis,
PMII merupakan Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang dibentuk dalam muktamar
III di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 27-31 Desember 1959. Di dalam
organisasi pelajar itu banyak terdapat mahasiswa yang menjadi anggotanya,
bahkan mayoritas fungsionaris pengurus IPNU-IPPNU adalah mahasiswa.
Pemikiran ini sempat di bahas dalam Muktamar II IPNU
di Pekalongan pada tanggal 1-5 januari 1957. Keinginan tersebut belum
ditanggapi serius karena kondisi di dalam IPNU sendiri masih pembenahan, yakni
masih banyak fungsionaris pengurus IPNI-IPPNU yang berstatus mahasiswa.
Dikhawatirkan jika terbentuk waddah baru bagi mahasiswa akan mempengaruhi
perjalanan IPNU yang baru saja terbentuk. Usaha untuk mendirikan suatu wadah
yang khusus menghimpun mahasiswa Nahdliyin memang sudah sejak lama,
misalnya pada Desember 1955 di Jakarta berdiri Ikatan Mahasiswa NU (IMANU), di
Bandung berdiri Persatuan Mahasiswa NU (PMNU), dan berdirinya Keluarga
Mahasiswa NU (KMNU) di Surakarta.[4]
B.
Tokoh/Pendiri PMII
Gagasan legalisasi organisasi Mahasiswa NU senantiasa muncul dan mencapai puncaknya pada
konferensi besar (KONBES) IPNU I di kaliurang pada
tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian muncul keputusan perlunya
mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain
merumuskan pendirian organisasi mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghassilkan
keputusan penunjuk tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dri 13 tokoh,
mereka adalah:
1.
Khalid Mawardi (Jakarta)
2.
M. Said Budairy (Jakarta)
3.
M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4.
Makmun Syukri (Bandung)
5.
Hilman (Bandung)
6.
Ismail Makki (Yogyakarta )
7.
Munsif Nahrowi (Yogyakarta)
8.
Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
9.
Laily Mansyur (Surakarta)
10. Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
11. Hizbullah Hudaa
(Surabaya)
12. M. Kholid
Narbuko (Malang)
13. Ahmad Husein
(Makasar)
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu
Hizbullah Huda, M. Said Budairy, dan Makmun
Syukri untuk sowan ke keta umum PBNU kala
itu, KH. Idham Kholid. Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah
mahasiswa NU yang bertempat di sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan
mahasiswa NU dari jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Malang,
Surabaya, dan Makasar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah
NU. Pada saaat itu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari
Yoggyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari
Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII.
Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan.
Namun
kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari “P” apakah Perhimpunan atau Persatuan. Akhirnya
disepakati huruf “P” merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII memiliki
kepanjangan “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta memilih
dan menetapkan Sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi
sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy. Sebagai sekretaris
umum ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun
kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun
PMII dideklarasikan secara resmi wewenang untuk menyusun kelengkapan
kepengurusan secara resmi pada tanggal
17 April 1960 Masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawal 1379 Hijriyah[5] dengan
susunan pimpinan pusat PMII (Periode
1960-1961) sebagai berikut :
Ketua Umum :
H. Mahbub Junaidi
Ketua Satu :
Drs. H. Khalid Mawardi
Ketua Dua :
Drs. H. Sutanto Martoprasono
Sekretaris Umum :
H.M. Said Budairi
Sekretaris Satu
: Drs. Munsif Nahrowi
Sekretaris Dua :
A. Aly Ubaid
Keuangan Satu :
M. Sobich Ubaid
Keuangan dua :
Ma’sum
Departemen-departemen :
Pendidikan dan Pengajaran : MS. Hartono, BA
Penerangan dan Publikasi : Aziz Marzuki
Kesejahteraan mahasiswa : Drs. H. Fahrurrozi
Kesenian dan Kebudayaan : HM. Said Budairi
Keputrian :
Mahmudah Nahrowi
Luar Negeri :
Nukman
Pembantu Umum :
Drs. H. Isma’il Makky
:
Drs. H. makmun Syukri
:
Hisbullah Huda, HS
:
Drs. Mustahal Ahmad.
Pada awal berdirinya PMII merupakan organisasi
mahasiswa yang dependen dengan NU, maka PP (Pengurus Pusat) PMII dengan surat
tertanggal 8 Juni 1960 mengirim surat permohonan kepada PBNU untuk mengesahkan
kepengurusan PP (Pengurus Pusat) PMII tersebut. Pada tanggal 14 Juni 1960 PBNU
menyatakan bahwa organisassi PMII dapat diterima dengan sah sebagai keluarga
besar partai NU dan diberi mandat untuk membentuk cabang-cabang di seluruh
Indonesia, sedang yang menandatangani SK
tersebut adalah Dr. Idham Chalid selaku ketua Umum PBNU
dan H. Aminuddin Aziz selaku wakil sekretaris jendral PBNU.[6]
Sejak tanggal 14 Juni 1960 itulah PMII dinyatakan
menjadi bagian Badan Keluarga NU yang menginduk pada salah satu Badan Otonom
(BO) NU yang bergerak dibidang pendidikan yaitu Lembaga Ma’arif (LP) Ma’arif
NU. Keputusan PBNU itu kemudian dituangkan ke dalam Peraturan Dasar (PD) dan
Peraturan Rumah Tangga (PRT) PMII Bab IV pasal 7 namun empat tahun kemudian
dalam Muktamar NU yang 23 pada tahun 1964 di Bandung keberadaan PMII disahkan
menjadi salah satu Badan Otonom NU yang sejajar dengan Badan Otonom lainnya.
Pengertian Badan Otonom (BO) NU berdasrkan pasal 13 Anggaran Dasar (AD) NU
adalah organisasi non-politik
(Kemasyarakatan yang bersifat vertikal
dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan nama Peraturan Dasar (PD)
dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) yang bersumber pada AD NU pasal 14 dan ART NU
Bab VIII pasal 24. BO sesui dengan bidang urusannya mempunyai hak mengatur
kebijakannya sendiri baik ke dalam maupun keluar selama tidak bertentangan
dengan azas, tujuan dan haluan Partai NU. Struktur BO berda dibawah PB NU
dan ketua umumnya menjadi salah satu
anggota pleno organisasi.
Sementara Badan Keluarga (BK) sesuai dengan pasal 13
AD NU adalah organisassi non-politik (sosial
kemasyarakatan) yang bersifat vertikal dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri
dengan nama Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) yang
bersumber pada AD NU pasal 14 dan ART NU Bab VIII pasal 24. Setelah Muktamar NU
ke 23 di Bandung kedudukan PMII berubah dari BK menjadi BO. Dengan demikian
secara otomatis ketua umum PMII di semua
tingkatan menjadi anggota pleno pengurus NU di tingkat masing-masing.[7]
Selanjutnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim
neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyerdahanaan
partai politik secara kuantitas, dan issu back to campus serta
organisasi-organisasi kepemudaan mulai diperkenalkan NKK/BKK, maka PMII
menunntut adanya pemikiran realistis 14 Juli 1971 melalui Deklarasi Munarjati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari
organisasi manapun.
Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa
Barat, diwujudkan Manifest Independensi PMII. Namun, betapapun PMII
mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari paham Ahlussunnah
wal Jama’ah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural-ideologis,
PMII dan NU tidak bias dilepaskan. Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan benang
merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan
organisasi lain.[8]
Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”,
“Mahasiswa”, ”Islam”, dan
“Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari
hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju
tujuan idealnya memberikan konstribusi positif pada alam sekitarnya
“Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar
untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak
dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda
yang menuntut ilmu di perguran tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas
diri mahasiswa terbangundari citra diri sebagai insan religius, insan dinamis,
insan sosial dan insan mandiri. Dari identitas
mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan dan tanggung jawab individual
baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan Negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam
sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma Ahlussunnah wal Jama’ah
yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara Iman, Islam, dan Ikhsan
yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola
perilakunya
yang tercermin sikap-sikap
selektif, akomodatif, dan integratif.
Islam terbuka, progresif, dan transformatif
demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai
segala bentuk perbedaan. Keberadaan adalah sebuah rahmat, karena dengan
perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya
demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized). Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat,
bangsa, dan Negara Indonesia yang mempunyai falsafah da ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 1945[9].
C.
Arti Lambang PMII
1.
Bentuk
a.
Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa islam terhadap
berbagai tantangan dan pengaruh dari luar.
b.
Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita-cita yang
selalu memancar.
c.
5 (lima) bintang sebelah atas, menggambarkan Rasulullah dengan
empat sahabat terkemuka (Khulafa’ur Rasyidin)
d.
4 (empat) bintang sebelah bawah menggambarkan empat madzhab yang
berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah.
e.
9 (sembilan) bintang secara keseluruhan dapat berarti ganda, yaitu:
·
Rasulullah dengan empat orang sahabatnya serta empat imam madzhab
ASWAJA itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan
tinggi dan penerang umat manusia.
·
Sembilan bintnag juga menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar
Agama Islam di Indonesia yang disebut Wali Songo.
2. Warna
a.
Biru,
sebagaimana tulisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus
dimiliki dan digali oleh warga pergerakan, biru juga menggambarkan lautan
Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan wawasan
nusantara.
b.
Biru muda, sebagaimana dasar perisai sebelah bawah berarti
ketinggian ilmu, budi pekerti dan taqwa.
c.
Kuning,
sebagaimana perisai sebelah atas, berarti identitas mahasiswa yang menjadi
sifat dasar pergerakan, lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala
serta penuh harapan menyongsong masa depan.
3.
Penggunaan
a.
Lambang
PMII digunakan pada papan nama, bendera, kop surat, stempel, badge, jaket,
kartu anggota, dan benda atau tempat lain yang tujuannya untuk menunjukkan
identitas organisasi.
D.
SEJARAH PMII SALATIGA
1.
Kesekretariatan PC PMII Kota Salatiga
Kesekretariatan Pengurus Cabang PMII Kota Salatiga
beralamatkan di Jalan Osamaliki, Gg. Kasuari No. 64 C, Klaseman, Mangunsari,
Sidomukti, Kota Salatiga, Jawa Tengah (http://salatigapmii.blogspot.com),
diakses pada 14 Februari 2018. Kesekretariatan Pengurus Cabang berada di alamat
tersebut sejak tahun 2003, praktis sudah 15 tahun sampai saat ini, dan letaknya
yang lumayan dekat dengan pusat pemerintahan kota
2.
Profil PC PMII Kota Salatiga
Pengurus
Cabang (PC) PMII Kota Salatiga sudah ada sejak 1964 atau empat tahun setelah PB
PMII di deklarasikan, PC PMII Kota Salatiga merupakan salah satu cabang PMII
tua yang ada, pada awalnya PC PMII Kota Salatiga lahir di kampus Universitas
Kristen Satya Wacana (UKSW) , pada saat itu salah satu tokoh yang menjadi
pendiri PC PMII Kota Salatiga adalah sahabat Matori Abdul Djalil, dari tahun
1964 sampai sekarang.
PC
PMII Kota Salatiga masih eksis di dunia pergerakan khususnya di Kota Salatiga,
awal dari keberadaan PMII di Salatiga tidak ada kepengurusan secara terstruktur
layaknya organisasi umumnya seperti saat inj, hal tersebut berlangsung sampai
1980.[11], pada masa itu bisa disebut kepemimpinan di PMII Salatiga
menerapkan sistem kepemimpinan yang kolektif kolegial, dimana dalam penentuan
kebijakan ataupun proses dalam berorganisasi, ditentukan secara bersama dan
semua berdasarkan pada kebersamaan, ditambah lagi pada saat PMII masih menjadi
Badan Otonom (BANOM) NU.
Ditahun
1980 PC PMII Kota Salatiga mulai bertransformasi, tercatat ditahun itu
terselenggara Konferensi Cabang (KONFERCAB) PMII Kota Salatiga yang pertama,
berikut ini daftar nama ketua cabang PMII Kota Salatiga dari 1980 sampai sekarang,
-Asmawi Sahri
(1980-1982), - Sigit Purnomo (2004-2006),
-M. Bisri
(1982-1984), - Abdul Hamid (2006-2007),
-Ali Murtadlo
(1984-1986), - Khoirul Huda (2007-2008),
-Amir Mahmud
(1987-1989), - Agung Wardoyo (2008-2009),
-Ali Hadlirin
(1989-1991), - Fasiun (2009-2010),
-Yahdillah
(1992-1994), - Ustadzun (2010-2011),
-M. Hanif Dhakiri
(1995-1997), -
Arif Maslah (2011-2012),
-Lukman Hakim
(1997-1999), - Arya Rahmantika (2013-2014),
-Sukamso
(1999-2001), - Priyo Prasetyo (2014-2015),
-Insan Mahmud
(2001-2002), - Anto Prima Atmaja (2015-2016),
-M. Topikilah
(2003-2004),
PC PMII Kota Salatiga tahun 2017 mempunyai dua komisariat yakni
komisariat Djoko Tingkir yang melakukan proes kaderisasi di kampus IAIN Slatiga
dan sudah memiliki lima rayon yang tersebar di tiap fakultas, dan komisariat
Abdul Djalil yang berada di kampus Universitas Nahdlatul Ulama yang ada di
kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.
Sedangkan untuk rayon ada lima, yakni;
1. Rayon Tarbiyah Matori Abdul Djalil (Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan)
2. Rayon
Syariah Zubair Umar Al Jailani (Fakultas Syariah)
3. Rayon Fuadah
Sutawijaya (Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora)
4. Rayon
Ekonomi Bisnis Islam (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam)
5. Rayon Dakwah (Fakultas Dakwah)
Selama
empat tahun terakhir tercatat 2534 anggota aktif yang bergabung dengan PMII
Kota Salatiga.
*Profil PMII Kota Salatiga didapat penulis dari dokumen yang di
susun oleh PC PMII Kota Salatiga masa khidmat 2018-2019.[13]
[1] PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah hlm. 1
[2] Manifesto Wacana Kiri hlm. 86
[3] Manifesto Wacana Kiri hlm.86
[4] Modul MAPABA Rayon Matori Abdul DJalil hlm. 7
[5] Manifesto Wacana Kiri hlm. 87
[6] PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah hlm. 17
[7] PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah hlm. 21-23
[9] Manifesto Wacana Kiri hlm 87-88
[11] Ahmad Wasi’ Uzzulfa, Skripsi: “Peran Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) Kota Salatiga Tahun 2017 dalam Menyebarkan Nilai – Nilai Islam
Nusantara Tahun 2018” (Salatiga: IAIN Salatiga,2018), hlm.40.
[12] Ahmad Wasi’ Uzzulfa, Skripsi: “Peran Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) Kota Salatiga Tahun 2017 dalam Menyebarkan Nilai – Nilai Islam
Nusantara Tahun 2018” (Salatiga: IAIN Salatiga,2018), hlm.41.
[13] Ahmad Wasi’ Uzzulfa, Skripsi: “Peran Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) Kota Salatiga Tahun 2017 dalam Menyebarkan Nilai – Nilai Islam
Nusantara Tahun 2018” (Salatiga: IAIN Salatiga,2018), hlm.42.
Komentar
Posting Komentar