Nilai Dasar Pergerakan



A.     Historisitas Nilai Dasar Pergerakan (NDP)
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi kemaahasiswaan berusaha menggali nilai-nilai moral yang lahir dari pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP).
Secara historis, NDP PMII mulai terbentuk pasca independensi PMII ketika Mukernas III di Bandung (1-5 Mei 1976). Pada saat itu penyusunan NDP masih berupa kerangkanya saja, lalu diserahkan kepada tim PB PMII. Namun, hingga menjelang Kongres PMII VIII di Bandung (16-20 Mei 1985) menetapkan penyempurnaan rumusan NDP dengan Surya Dharma Ali sebagai ketua umumnya. Penyempurnaan ini berlangsung hingga 1988. Selanjutnya pada tanggal 14-19 September 1988 ketika Kongres IX PMII, NDP mulai disahkan di Surabaya.[1]
B.     Arti, Fungsi dan Kedudukan
1. Arti NDP
Nilai Dasar Pergerakan (NDP) adalah nilai-nilai yang secara mendasar merupakan sublimasi nilai-nilai ke- Islaman (kemerdekaan / tawasuth / al-hurriyah, persamaan / tawazun / al-musawa, keadilan / ta’adul, toleran / tasamuh) dan ke-Indonesia-an (keberagaman suku, agama dan ras; beribu pulau; persilangan budaya) dengan kerangka pemahaman Ahlussunnah Wal Jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari, memberi spirit pergerakan yang meliputi cakupan Iman, Islam, Ihsan dalam upaya memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai manhaj al-fikr sekaligus manhaj at-taghayur al-ijtima’i (perubahan sosial) untuk mendekontruksi sekaligus merekontruksi bentuk-bentuk pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama toleran, humanis, anti kekerasan dan kritis transformatif.
2. Fungsi NDP
a.    Kerangka Refleksi (landasan berfikir)
 Sebagai kerangka refleksi NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, nilai-nilai yang akan memperkuat level kebenaran-kebenaran ideal. Substansi ideal tersebut menjadi suatu yang mengikat, absolut, total, universal berlaku menembus ruang dan waktu (muhmalul qat’i) kerangka refleksi ini menjadi moralitas gerakan sekaligus sebagai tujuan absolut dalam mencapai nila-nilai kebenaran, kemerdekaan, dan kemanusiaan.
b. Kerangka Aksi (landasan berpijak)
Sebagai kerangka aksi NDP bergerak dalam pertarungan aksi, kerja-kerja nyata, aktualisasi diri, analisis sosial untuk mencapai kebenaran faktual. Kebenaran sosial ini senantiasa bersentuhan dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang berbeda dan berubah. Kerangka aksi ini memungkinkan warga pergerakan menguji, memperkuat dan bahkan memperbarui rumusan kebenaran historisitas atau dinamika sosial yang senantiasa berubah.
c. Kerangka Ideologis (landasan berfikir)
Kerangka ideologis menjadi rumusan yang mampu memberikan proses ideologis disetisp kader, sekaligus memberikan dialektika antara konsep dan realita yang mendorong proses yang progesif dalam perubahan sosial. Kerangka ideologis juga menjadi landasan pola pikir dan tindakan dalam mengawal perubahan sosial yang memberikan tempat pada demokratisasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
3.   Kedudukan NDP
a.    NDP menjadi sumber kekuatan ideal-moral dari aktivitas pergerakan
b.    NDP menjadi pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap, bertindak dalam aktivitas pergerakan.[2]

HABLUM MIN ALLAH

HABLUM MIN AN-NAS

TAUHID

HABLUM MIN AL-ALAM




C.      




1.      Rumusan Nilai Dasar Pergerakan (NDP)
1.      Tauhid
     Meng-Esa-kan Allah SWT, merupakan nilai paling asasi dalam sejarah agama samawi. Hal ini terkandung sudah lama sejak awal keberadaan manusia. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Ikhlas:
“Katakanlah: “Dialah Allah yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan tempat meminta, Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan Dia”.
·        Pertama, Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Alloh adalah dzat yang fungsional. (Hal ini terkandung dalam QS Al Hasyr : 22-24).
·        Kedua,  keyakinan seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta merupakan manifestasi kesadaran dan keyakinan kepada yang ghaib. (Hal ini terkandung dalam QS Al Baqoroh : 3)
·        Ketiga, oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memandu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan lewat perbuatan. (Hal ini terkandung dalam QS Al Baqoroh : 30)[3]
·        Keempat, PMII memilih pendekatan berpikir ahlussunnah wal jama’ah untuk memahami dan menghayati keyakinan tauhid.
2.         Hablum Min Allah (Hubungan Manusia Dengan Allah)
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya dan memberi anugrah berupa daya pikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Dalam potensi tersebut memungkinkan manusia menjalankan dua fungsi; fungsi hamba dan fungsi kholifah fil ardh (pemimpin di bumi).
Sebagai hamba, manusia memiliki tugas utama mengabdi dan menyembah Tuhan (QS Al-Dzariyat : 56). Dan sebagai hamba manusia harus melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Oleh karena itu manusia diberi kesadaran moral yang harus dijaga dan didrawat sehingga tidak terjatuh pada kedudukan yang sangat rendah.
Dalam kehidupan sebagai kholifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluknya. Sebagai kholifah, manusia memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan menjaga bumi ini bukan untuk merusaknya (QS Al- Baqoroh ; 30).
Kedua pola ini harus dijalani dengan seimbang,lurus dan teguh dengan yang lain. Karena jika memilih salah satu pola saja akan membawa manusia pada kedudukan dan fungsi manusia yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawantahkan prinsip tauhid secara maksimal. Artinya pola itu harus dijalani dengan mengharapkan ridho dari Allah. Sehingga pusat perhatian dengan menjalani kedua pola ini adalah ikhtiar yang sesungguhnya. Sedangkan untuk hasil yang optimalnya adalah kehendak dari Allah.
3.        Hablum Minan Nas (Hubungan Antar Sesama Manusia)
Seperti disinggung diatas, fungsi manusia sebagai kholifah fil ardh adalah untuk menegakkan kesederajatan antara sesama manusia. Fungsi ini berati bahwa manusia harus terus membela kebenaran dan keadilan dimanapun dan dimanapun. Juga senantiasa memberikan kedamaian dan rahmat bagi seluruh alam semesta.
Implementasinya, anggota PMII harus selalu menegakkan keadilan dan kebenaran, membela kaum tertindas, membela kaum yang lemah. Memelihara bentuk toleransi dan kedamaian dengan sesama manusia tanpa memandnag ras, suku, budaya apapun dan memelihara nilai kemanusiaan.
4.      Hablum Minal Alam (Hubungan Manusia Dengan Alam)
Manusia sebagai kholifah fil ardh senantiasa diberi wewenang dan hak untuk memnafaatkan alam bagi kebutuhan hidupnya.begitu juga harus serta merta merawat dan menjaga kelestarian alam. Alam semesta dan seluruh isinya adalah ciptaan Allah SWT , sepeerti yang sudah tertera di dalam QS Hud: 61 dan Al-Qoshos :77.
Maka dengan bisa menyeimbangkan ketiga pola tersebut, hubungan itu akan menciptakan kesungguhan penghambaan (tauhid) kepada Allah SWT. Kesungguhan yang akan menjadi ruh dan semangat dalam mewarnai hidup tidak semata-mata dengan mempertimbangkan Ketuhanan belaka, akan tetapi dengan pertimbangan kemanusiaan dan kelestarian lingkungan hidup. Nilai-nilai ketuhanan harus bersatu dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ilmu pengetahuan. Kesungguhan inilah yang akan menjadi tujuan gerakan membangun manusia yang berkeadilan. Sehingga empat pilar Aswaja (Tawasuh, tasamuh, tawazun, ta’adul) akan terimplementasikan dengan benar dan maksimal.



[1]Modul MAPBA komisariat  djoko Tingkir, Hlm. 14.
[2]Nur Sayyid Santoso Kristeva, Manifesto Wacana Kiri, (Jogjakarta: Eye On The Revolution, 2012), Hlm. 113.
[3] Modul MAPABA Rayon Matori Abdul Djalil 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS DIRI

SEJARAH DAN KEORGANISASIAN PMII

Analisis Sosial